a IkaMitayani: Kritik Pedas Untuk Oknum Sekuriti Stasiun Tugu dari Ibu Dua Anak

28 March, 2016

Kritik Pedas Untuk Oknum Sekuriti Stasiun Tugu dari Ibu Dua Anak




Bepergian menggunakan kereta, bukan hal baru bagi saya. Bukan hanya setahun dua tahun, tapi sekitar sembilan belas tahun. Saya tahu benar, bagaimana perubahan demi perubahan yang dilakukan KAI untuk membuat pengguna kereta bisa nyaman. Tapi semalam adalah klimaks. Saya diperlakukan tidak semestinya oleh oknum sekuriti bernama Bayu, dan dilihat oleh pengguna jasa lain, dan didiamkan oleh petugas jaga yang berpakaian seragam atasan putih itu. Saya masih ingat dengan jelas.

Kronologinya begini, saya dan kedua anak pergi ke Jogja untuk mengurus sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan. Karena sangat penting, saya memutuskan berangkat, karena suami sedang ada kerjaan, dan rumah juga tak ada yang bisa menjaga anak-anak, dan memang begitu.

Saya kemudian berangkat menggunakan Prameks, tak ada masalah. Masalah bermula ketika hujan deras mengguyur Jogja. Salah satu pemilik tempat yang saya tuju, memutuskan mengantar saya, menerjang hujan, bersama putranya. Sampai depan Tugu. Saya lupa kalau seharusnya saya turun di pintu samping.Untuk membeli tiket lokal. Walhasil saya kebingungan saat harus pergi ke samping, harus memutar, itu artinya saya harus berhujan ria bersama anak-anak.


Saya lemas seketika, ga sanggup membayangkan.
Lalu saya bilang ke petugas, yang hanya menatap saya dengan kosong. Lalu berdirilah sekuriti bernam BAYU. Saya lalu bertanya lagi, apakah bisa, saya melewati loromg itu, karena tidak mungkin kami berhujan-hujan ria. Sementara anak sudah basah kuyup Begitu pula saya. Apa responnya? Dia dengan arogan bilang, bisa ibu, tapi harus meninggalkan KTP, dan menyarankan anak saya di situ agar tidak kehujanan. Dia juga sempat bilang, apa ibu belum tahu kalau ada perubahan bla bla bla. Saya sudah tak begitu mendengarkan, karena sibuk dengan pikiran bagaimana dengan anak-anak. Kalau saya sendiri, saya sudah pasti beli ke loket lokal yang kesana harus kehujanan, apalagi deras. Kenapa harus disitu letaknya? Bukankah itu mempersulit? Tentu plus membuat pengguna menderita, karena harus kehhujanan atau kepanasan yang menyengat.

Saya yang sudah lelah, meninggalkan KTP, saya bilang begini, wah, kok saya kaya pelanggan baru ya? Saya pemakai kereta sudah lebih dari enam belas tahun. Apa ini kenyamanan?

Lalu saya dan anak-anak berlari menuju pintu belakang. Dengan hati-hati, karena atap stasiun Tugu, banyak yang bocor, jadi banyak air yang ada di lantai.Saya sempat bertanya dengan sekuriti yang berpapasan, dia malah menjawab dengan ketawa, kalau saya bisa menggunakan ojek payung, dan polisi di sebelahnya pun diam saja dan memandang saya biasa saja. Seingat saya, orang ini sama dengan yang bilang ke saya kalau dia tahu, dia akan memanggil temannya dan memintanya scott jump itu.

Sampai di pintu pemeriksaan tiket, saya kemudian tertegun, dan sudah ga tahu harus gimana. Dengan pasrah saya bertanya dengan sekuriti yang berdiri disitu. Saya tanya, apakah ada jalan lain yang bisa saya tempuh, selain harus ke sisi kanan? Saya mau beli tikeet.

Dia bertanya, iya bu, memang lewat dari samping. Lemaslah saya, duh, bagaimana ini, kalau saya harus berhujan-hujan, sama anak saya yang sudah basah? Anak-anak diminta untuk menunggu disitu, tapi kedua anak saya tidak mau. Akhirnya saya sudah pasrah, dan bingung.


Tiba-tiba sekuriti bernama Rivanda, bilang seperti ini, "Ibu, mau beli tiket berapa? Biar saya belikan."

Mata saya lalu mendadak merebak. Saya senang dan terharu, sampai tak percaya, sampai menanyakan maksudnya. Dia bilang, akan membantu membelikannya. Ibu tunggu disini saja. Saya segera menjawab dua tiket. Lalu menyerahkan sejumlah uang. Tak butuh waktu lama, sekuriti tersebut sudah kembali dan me!berikannya pada saya. Dia membantu melalui pintu masuk loket, jadi ga kehujanan.


Beribu terima kasih saya ucapkan untuk Anda, semoga diberikan umur yang panjang, dan sehat.


Saya kemudian berlari bersama anak, kembali ke loket depan. Saya sempat melihat Bayu yang melintas. Kemudian saya memperbesar volume saya, dan mengucapkan kalimat. Ya Alloh ternyata masih ada petugas sekuriti baik hati, seharusnya tak perlu meninggalkan KTP. Mereka diam saja. Saya berharap, semoga, keluarga Anda yang memperlakukan saya dengan buruk, yang bertugas pada pukul 16.45-17.00, akan diberik kesulitan, diberi kesulitan, termasuk Anda sendiri, agar bisa merasakannya.

Saat saya kembali ke depan kereta prameks, saya lalu bertemu dengan sekuriti yang berbeda. Saya lalu menceritakan semua. Dia lalu sempat bilang, kalau itu namanya Bayu, dan akan dia tegur nanti. Itu petugas baru. Seharusnya, harus melihat situasi dan kondisi. Kalau saja tadi saya tahu, sudah saya suruh kemari, membawa KTP dan kalau perlu sit up disini. Atau scott jump.

Saat ada penumpang lain, saya juga cerita hal yang sama, didengar sekuriti tersebut. Dan saat membeli minuman, saya juga cerita ke penjualnya, ternyata menurutnya. Ada kejadian pagi tadi, ada pengguna kereta yang beradu mulut.
Saya juga bilang, biasanya saya ini galak, tapi saya sudah terlalu lelah. Kata penjual itu, ditulis di media aja, biar buat pelajaran. Saya jawab iya. Harus. Karena saya dipermalukan dan tidak melihat kondisi kedua anak saya.

Saya harap kejadian ini tidak terulang lagi, karena ternyata ini tidak terjadi sekali dua kali. Kenyamanan yang diciptakan malah justru mempersulit pengguna, yang siapa tahu malah sudah pelanggan. Saya selalu yakin, Tuhan tidak pernah tidur, mungkin tidak hari ini, mungkin esok, dan saya harap Anda yang merasakannya secara langsung, saat keluarga Anda dipersulit.


Alhamdulillah, banyak kebaikan untuk saya hari itu. Hanya kejadian oknum sekuriti itulah yang membuat saya menceritakan ini disini. Terima kasih sudah membaca artikel ini, saya akan sangat senang apabila Anda yang membaca meneruskan ke media sosial, agar semakin banyak yang tahu, dan sampai ke sekuriti itu. Agar tidak bertindak konyol dan bodoh.


Salam...



No comments:

Post a Comment